Berbicara adalah salah satu cara untuk diperhatikan.
I think, but I can't speak...
I think, but I can't speak...
source by google.com |
Bukan mustahil ketika seseorang berbicara, maka yang lainnya akan memperhatikan. Sesungguhnya ini sebuah proses untuk penyampaian pesan dengan sederhana, kalimat sederhana, dan dalam situasi apapun. Bagi sebagian orang, bisa jadi, berbicara merupakan salah satu hal yang paling mudah dilakukan dalam kaitannya dalam menyampaikan pesan, perasaan, pendapat, ide, dan sebagainya. Namun, untuk sebagian orang yang lain, hal ini merupakan hal yang cukup sulit dilakukan karena banyak pertimbangan yang dipikirkan, misalnya tata bahasa yang digunakan.
Dalam setiap pertemuan apapun, cara berkomunikasi yang paling efektif adalah berbicara. Kita hanya tinggal menyampaikan apa yang kita inginkan kemudian orang lain akan tahu dengan sendirinya. Nah, disini saya menyoroti bagian kesulitan berkomunikasi atau menyampaikan pendapat. Saya sendiri termasuk orang yang sulit apabila menyampaikan pendapat. Di banyak forum yang saya ikuti, saya lebih cenderung menjadi pendengar yang sangat baik, tanpa mengeluarkan pendapat yang bermutu. Hal ini justru membuat saya merasa aneh.
Ketika sebuah lontaran dilemparkan, saya cuma bisa bergeming. Saya merasa tidak perlu bertanya, berpendapat, ataupun yang lainnya. Atau sebuah ketakutan yang muncul di benak saya yang membuat keinginan bertanya itu urung saya lakukan. Pasalnya, hal tersebut sangat jauh berbeda ketika saya berhadapan dengan seseorang yang sudah menjadi teman dekat dalam segi personal. Saya merasa nyaman dan bebas mengeluarkan pendapat, tetapi ketika dalam forum tertentu saya, entah kenapa, menjadi seseorang yang "ada tapi tidak ada".
Saya menyadari hal itu sebagai sebuah kekurangan sekaligus kesalahan fatal karena saya masuk di jurusan komunikasi. Bukan sebuah patokan, sih, tapi identitas anak komunikasi itu kan mampu berbicara di depan umum, sedangkan saya belum mampu melakukan itu dengan baik.
Ada suatu kalimat yang menyatakan, pikiranmu lebih cepat daripada ucapanmu. Saya menangkap kalimat tersebut dengan positifnya untuk diri saya sebagai sebuah alasan mengapa saya sulit mengungkapkan pendapat di depan umum. Jadi, semua hal bisa terpikirkan secara cepat, tetapi tidak mampu diungkapkan sama cepatnya dengan pikiran tersebut. Sehingga ada sebuah jeda panjang yang mempengaruhi, baik tata bahasa maupun keterkaitan antara hal satu dengan yang lainnya. Saya sendiri merasakan bahwa ada banyak yang sesungguhnya saya mengerti (atau bahkan tidak sama sekali), tetapi saya tidak mampu mengungkapkannya dengan baik.
Komentar salah seorang kakak tingkat berinisial K kemarin malam adalah, "Aku tahu kamu itu punya banyak ide-ide dan pertanyaan, tapi kamu susah buat mengungkapkannya. Dan kamu terlalu takut salah. Tapi kamu harus coba, mungkin dalam lingkup yang lebih kecil dulu, baru dibawa ke forum". Kurang lebih seperti itu. Dan saya membenarkan apa yang dikatakannya. Terlalu takut salah, that's the point.
Banyak ide, tapi diam atau tidak berpikir sama sekali itu BEDA TIPIS. Iya, tidak ada perbedaan yang berarti antara dua orang yang sedang berpikir tanpa menyuarakan dengan orang yang tidak berpikir sama sekali karena perbedaannya hanya terletak pada ungkapan pendapat yang disampaikannya pada orang lain. Saya pernah merasakan kedua-duanya. Punya ide, tapi tidak mampu menyampaikan dengan baik juga tidak mengerti sama sekali tapi tidak ingin bertanya. Itu letak kesalahan saya. Jika dibilang terlalu takut, itu benar. Saya mungkin merasa bahwa saya seorang yang bertipe perfeksionis (penilaian pribadi), kesalahan sekecil apapun sangat saya hindari, termasuk kesalahan saat mengungkapkan pendapat. Alih-alih mengungkapkan pendapat pada orang lain, saya cenderung menyimpannya sendiri karena risiko takut salah tersebut. That's the point, again!
source by google.com |
Seorang kakak tingkat berinisial B juga pernah memberikan sarannya pada saya, "Kamu bisa belajar dari orang lain. Misalnya, liat gimana orang lain ngomong, kamu bisa ikutin dulu gayanya gimana pas dia ngomong. Coba-coba aja biar kamu tau nyamannya dimana. Atau sebelum ngasih pendapat, kamu tulis dulu apa yang mau diomongin". Well, saya pernah melakukannya beberapa kali--mengungkapkan pendapat/pertanyaan di depan umum. Dan yang saya rasakan adalah senang. Meskipun entah kenapa sebelum saya menarik perhatian mereka dengan pendapat saya, saya diserang kegugupan yang luar biasa. Hingga terkadang kegugupan itu menciutkan nyali yang tidak begitu tinggi ini. Dan saya adalah seseorang yang terlalu berasumsi bagaimana respon orang-orang sebelum saya menyampaikan sesuatu pada mereka. Misal, apabila saya menyampaikan A, maka responnya akan begini, begitu. Jika saya bilang B, maka mereka akan merespon ini itu. Hal ini yang sesungguhnya menjadi sebuah hambatan bagi diri saya dalam menyampaikan pendapat. Hingga dapat dilihat dalam beberapa forum, saya hanya ada sebagai pemanis tanpa memberikan sesuatu yang berarti.
Silent is not always gold. Jadi orang minim pendapat tidak selalu mengenakkan. Deraan rasa penasaran yang tak terjawab membuat saya merasa amat bersalah ketika tidak memanfaatkan ruang yang ada. Hasilnya bisa dilihat, ketika dalam forum saya tidak mampu mengungkapkan apapun, saya malah bertanya hal tersebut kepada orang secara personal seusai forum ditutup. Hal ini menunjukkan bahwa perasaan takut yang saya alami masih menjadi hambatan utama dalam hal menyampaikan pendapat atau saya menganggap bahwa kedekatan personal membuat saya bisa lebih terbuka dengan orang lain, sekalipun itu hanya pertanyaan sederhana yang sebenarnya bisa ditanyakan ke forum. Sehingga kadang merekapun bertanya kembali pada saya, "kenapa nggak ditanyain di forum?". Dan jawabannya kembali pada uraian di atas.
Seorang kakak tingkat berinisial A juga memberikan saran, "Kamu harus belajar, pelan-pelan aja. Mau nggak mau emang harus. Karena orang-orang yang luar biasa pintar dan tahan banting lebih banyak". Dan aku mulai berpikir (dari dulu pun juga) bagaimana caranya untuk bisa mengungkapkan pendapat dengan mudah seperti teman-teman yang lain. And then, practices makes perfect. That's the one and only answer!
source by google.com |
13 September 2014. 06:23.
Salam,
Afrianti Eka Pratiwi
Kost-an 663.
0 Comments
Apa tanggapan kamu setelah membaca tulisan ini?