Dear, my beloved readers.
Kali ini aku mau bercerita soal jalan-jalan. Ya, jalan-jalam adalah salah satu kegiatan yang menyenangkan. Anggaplah ini bukan travelling yang demikian runutnya saat membuat rencana. Bahkan perjalananku saat itu merupakan sebuah perjalanan yang mendadak, meskipun dari segi transportasi, aku sudah merencanakannya matang-matang. Menjelajahi suatu kota memang tidak pernah berhasil dalam satu atau dua hari. Itulah sebabnya aku kembali lagi ke kota yang seringkali aku rindukan, Jogjakarta.
Perjalananku dari Bogor harus transit sebentar di Purwokerto demi menyiapkan segala perlengkapan yang ada di kamar kost. Tepat di tanggal 26 Februari 2015, aku berangkat menggunakan kereta api Logawa pukul 05.30. Kereta yang sangat pagi sekali untukku, dan terima kasih untuk Laras yang mau kurepotkan untuk mengantar ke stasiun. Penumpang kereta api Logawa ternyata tak sedikit. Pada akhirnya, waktu tiga jam di dalam kereta kuhabiskan dengan membaca buku Cadas Tanios dan selebihnya tertidur karena kantuk yang merasuk.
Bukankah sebuah tempat selalu memiliki suasana berbeda? Ya, Jogja selalu punya aura rindu yang sangat tajam untuk dijelajahi. Tiba di stasiun kira-kira pukul 9, aku hanya bisa duduk sebentar. Tak ada yang menjemputku, selain karena aku tidak minta jemput juga karena mereka punya kesibukan masing-masing. It's OK. Anggap saja itu perjalananku untuk memulai solo travelling. Sebelum beranjak, aku duduk, membaca sebentar, memikirkan tujuan selanjutnya. Pikiranku terfokus pada: aku harus ke candi!
Maka, sekeluarnya aku dari stasiun, aku disambut oleh beberapa tukang ojek yang menawarkan jasanya. Aku ingat bahwa dahulu shelter transjogja bisa ditempuh dengan jalan kaki. Aku mau menerapkan itu, tapi tukang ojek berkata bahwa lumayan jauh jika ditempuh dengan jalan kaki. Dengan menyebut harga 5000, yang bagiku murah, aku diantar ke shelter transjogja terdekat. Barulah aku bergumam bahwa ini memang jauh dari perkiraanku sebelumnya.
Sebelum pergi ke candi, tentunya aku sudah browsing kendaraan apa saja yang bisa kugunakan untuk sampai ke sana. Mulai dari rute, hingga nomor mobilnya. Tetapi ada baiknya aku bertanya pada petugas transjogja untuk tujuan Candi Prambanan. It's my first time visit the temple. Setelah memberitahu nomor mobil dan tempat transitnya, aku mencatat baik-baik. Pasalnya jika naik transjogja, aku tak perlu takut kebablasan, masalahnya rutenya hanya itu. Dan mereka tak akan keluar dari rute tersebut.
Menggunakan transjogja adalah salah satu yang aku suka, karena bisa melihat beberapa daerah yang memang tidak aku ketahui, dan nggak perlu takut nyasar. Sesampainya di shelter prambanan, aku agak kebingungan, hingga lagi-lagi tukang ojek menawarkan jasanya untuk mengantar ke Candi Prambanan. Baiklah, dengan uang 5000 rupiah, aku diantar hingga gerbang pembelian tiket. Tiket masuk ke Candi Prambanan cukup mahal bagi kantongku, memang hanya Rp 30.000,- tapi tetap saja mahal. Aku terbiasa wisata gratis sih. Hahaha.
Lokasi Candi Prambanan amat sangat panas sekali. Teriknya benar-benar menyengat. Untuk itu saya hanya duduk-duduk di kursi di bawah pohon dan membaca. Melihat wisatawan yang datang beramai-ramai, aku merutuki diriku sendiri yang tidak membawa alat bantu foto, seperti tongsis, karena aku jalan sendiri otomatis tak ada yang mau memotretku atau aku memang segan meminta tolong untuk sekadar foto. Foto dengan kamera depan ponselku juga tidak begitu membantu. Pada akhirnya aku hanya memotret candi sebagai objek utama, bukan sebagai background foto diriku.
Perjalanan menuju Candi Prambanan agaknya tak memberi kesan apapun. Hanya karena aku belum pernah ke lokasi itu jadi aku membuat memori sendiri bahwa Candi Prambanan yang hanya seperti itu. Lokasi di sekitar candi pun sangat sejuk dengan semilir angin, aku lagi-lagi memutuskan untuk duduk dan membaca saja di bawah pohon. Setelahnya aku kembali ke shelter transjogja dan menuju Rumah Sakit Sardjito untuk bertemu Kak Risti, orang yang mau kurepotkan dengan kedatanganku ke Jogja.
Pertemuanku dengan Kak Risti di rumah sakit juga termasuk salah satu yang menyenangkan. Aku memang suka suasana rumah sakit dan perjalanan ini membuatku berangan untuk bisa bekerja di rumah sakit, seperti cita-citaku yang dulu. Perjalanan hari itu berakhir di rumah saudara Kak Risti yang baru pulang umroh.
---
Jum'at, 27 Februari 2015.
Liburanku di Jogja masih demikian lama. Tujuan ke kota ini salah satunya adalah untuk datang ke bookfair yang ternyata batal diadakan. Pada akhirnya hari itu aku hanya nongkrong di Kalimilk, sebuah kedai susu yang cozy place. Dari kedai susu, kita beranjak ke Sindu Kusuma Edupark (SKE), sebuah tempat wisata baru yang mirip dufan namun tak begitu ramai. Selain karena masih perbaikan, satu wahana yang sangat ingin aku coba adalah bianglala. Ah, peduli amat sama yang lain. Aku lagi tergila-gila London Eye di Inggris. Jadi, naik bianglala adalah salah satu pencapaian yang sungguh mendekati sempurna.
Jalan-jalan di SKE bersama Kak Risti dan Pakde Eko, aku merasa jadi gadis paling kecil di antara mereka. Selesai dari SKE, aku bersama Kak Risti menuju kedai sushi, Sushi Story, menghabiskan makan malam di sana. Kemudian pulang.
---
Sabtu, 28 Februari 2015.
Kami kedatangan tamu lagi. Kak Angsukma dari Surabaya juga berkunjung ke Jogja. Hingga akhirnya pada tengah hari, kami menjemputnya di stasiun Lempuyangan. Bersama Kak Risti, Kak Yani, Pakde Eko, dan Kak Ang, kami makan di warung bakso yang sungguh demikian enaknya. Setelah kenyang mengisi perut, perjalanan kami selanjutnya adalah ke Taman Pintar. Yes, wisata buku!
Di Taman Pintar, aku tak menemukan buku yang aku inginkan. Hanya berjalan-jalan melihat buku-buku berjejeran, kemudian pulang. Kami juga mampir ke toko Jual Buku Sastra sekaligus silaturahmi ke pemiliknya, karena pemiliknya merupakan salah satu kenalan yang sudah akrab dengan keluarga Klub Buku. Aku membeli beberapa buku di sana dan pulang. Makan malam kami berakhir di Waroeng SS.
---
Minggu, 1 Maret 2015.
Perjalanan terakhirku di Jogja berakhir dengan melihat sunrise di pantai. Demikian yang menyenangkan dari sebuah perjalanan. Pantai adalah salah satu lokasi yang super duper aku sukai. Sayangnya aku lupa nama pantainya. Dan itulah akhir dari perjalananku yang singkat, tapi menyenangkan.
Ada satu hal yang membuatku kerasan selama berada di rumah Kak Risti. Ibunya Kak Risti, yang kupanggil Bunda, lebih dari sekadar menyenangkan untuk diajak bercerita. Walaupun aku sendiri masih sering kaku dan kebingungan untuk menceritakan soal aku. Pada intinya Bunda seperti menganggapku anak sendiri di rumahnya, selain dari Kak Risti yang menganggapku adiknya. Sehingga perjalananku kali ini menyisakan memori yang berbeda dari kebanyakan perjalanan lainnya.
Esok, akan ada hari aku akan ke tempat ini lagi. Jogjakarta, i miss you.
---
Cileungsi, 11 Juli 2015. 14:26.
2 Comments
Tambahin fotonya dong, mba. Biar lebih informatif. :D
ReplyDeleteYa, mbak. Saya lupa ternyata fotonya ada di laptop. Laptopnya nggak kubawa. Mungkin ntar hehe
DeleteApa tanggapan kamu setelah membaca tulisan ini?