'Kenapa diam?' katamu. Aku cuma meringis.
Menciptakan kenangan manis yang mungkin hari ini kaulupa,
seperti jalanan lengang yang jarang kausapa
Celoteh orang-orang di kedai makan menenggelamkanku pada diriku sendiri
Susu milo panas yang tak berhenti kuaduk adalah pilihan terakhirku dari sekian banyak pilihan yang kau suguhkan
Helaan nafasmu resah, berusaha memahami keinginanku yang tidak kauketahui
Setelahnya kupasang raut cemberut yang kutata dengan takut
Rindu itu tumpah seiring rengkuhan tanganku pada jaketmu yang lusuh
Atau seperti ketika kau menyuruhku bergegas menukarkan tiket kereta
Di persimpangan itu, roda-roda seakan berhenti
Melompati setiap batas yang pernah kita geluti dan nikmati
Malam turun mengalun di kota Jakarta seperti biasanya
Aku yang pura-pura tak tahu apa-apa cuma bisa diam
Berkelindan dengan bisu dan bising dari deru motormu yang kurindu
Hal terakhir yang bisa mengosongkan ingatan adalah tidak lagi melihatmu sejak jarum pendek tepat di angka tujuh
Seperti bunyi kereta yang lambat laun menjauh dari ibu kota
Lengkap sudah...
Deritaku cuma punyaku, rinduku juga milikku
Sebab kau tak lagi ada dalam garis orbitku
Persis seperti yang kau bilang pada malam nyalang yang merebutmu dari pandanganku.
Cileungsi, dalam kerinduan.
18 Juni 2017. 00:38
1 Comments
Thanks :D
ReplyDeleteApa tanggapan kamu setelah membaca tulisan ini?