Judul: Arah Langkah | Pengarang: Fiersa Besari| Penerbit: MediaKita | Tahun Terbit: Mei 2018 | Tebal Buku: 300 hlm. | ISBN: 978-979-794-561-9
BLURB
Bulan April, tahun 2013, berawal dengan niat dan tujuan yang berbeda—salah satunya karena hati yang terluka, tiga pengelana memulai sebuah perjalanan menyusuri daerah-daerah di Indonesia. Lewat cara yang seru tapi menantang, mereka tidak hanya menyaksikan langsung keindahan negeri ini, mereka juga harus menghadapi pertarungan dengan kegelisahan yang dibawa masing-masing.
Arah Langkah bukan sekadar catatan perjalanan yang melukiskan keindahan alam, budaya, dan manusia lewat teks dan foto. Tetapi juga memberikan cerita lain tentang kondisi negeri yang tidak selalu sebagus seperti di layar televisi. Meskipun begitu, semua daerah memang memiliki cerita yang berbeda-beda, namun di dalam perbedaan itu, cinta dan persahabatan selalu bisa ditemukan.
---
Tidak dipungkiri saya selalu menunggu karya-karya dari Bung Fiersa. Terlebih kali ini bukunya bertemakan petualangan dan perjalanan yang mungkin bisa saya lakukan nantinya. Namun, tahun sudah bergulir dan mungkin cerita di dalam buku Arah Langkah akan jadi penyemangat saja. Jika dilakukan saat ini, mungkin akan terasa lebih sulit dibandingkan ketika Bung Fiersa melakukannya bersama Baduy dan Prem di tahun 2008.
Sudah menduga sejak awal kalau buku Arah Langkah akan minim drama dan berisi perjalanan dari kenyataan. Sebuah memoar yang ditulis ketika tiga sekawan itu memilih untuk backpackeran menjelajah Indonesia. Dimulai dari Bandung ke arah barat Indonesia—Padang, kemudian Aceh—lalu lari ke Timur hingga berakhir di Raja Ampat.
Backpackeran ternyata nggak sekeren yang saya bayangkan. Bagaimanapun di dalam buku itu, backpackeran = menggembel. Tetapi saya lebih senang bila penyebutan backpacker srsuai dengan maknanya yang lebih dekat dengan masyarakat sekitar. Bukannya mendatangi suatu tempat hanya sdbagai turis. Padahal, menyelami budaya masyarakat dari masyarakatnya langsung bisa jadi lebih mengasyikkan. Dan itulah yang coba disampaikan melalui buku ini.
Meski minim drama, bukan berarti buku ini sarat dari drama. Konflik perbedaan pendapat antarsahabat menghiasi buku ini. Mulai dari Baduy yang harus meninggalkan kedua temannya di Aceh karena ada pekerjaan di Raja Ampat sampai Prem yang harus berhenti di tengah jalan karena kehabisan uang. Disinilah saya percaya, sekuat apapun tekad di awal, perjalanan kehidupan selalu tak bisa ditebak.
"Yang paling aku senangi dari petualangan adalah sejauh apapun jarak yang kita tempuh, tujuan akhir selalu rumah." - Hlm. 235.
Well, buku ini nggak cuma bercerita soal perjalanan mereka, tetapi juga alasan dimana Bung Fiersa akhirnya melakukan perjalanan itu. Ya, sesimpel patah hati. Memang ya salah satu cara membahagiakan diri adalah dengan plesir atau jalan-jalan. Pantas saja ada sindiran "kurang piknik" bagi mereka yang terlihat kusut masai.
Jujur, buku ini terlihat biasa-biasa saja bagi saya kalau bukan soal keindahan alam Indonesia yang disuguhkan di dalamnya. Tetapi bukj favorit saya tentu Albuk Konspirasi Alam Semesta (fyi, saya belum baca Albuk keduanya).
Akhir kata, salam lestari!
RATE: 3/5
Kamar,
November 2018.
0 Comments
Apa tanggapan kamu setelah membaca tulisan ini?