Kita adalah sepasang salah yang menolak pasrah.
Oke, saya akan memulai ulasan ini dengan kilas balik dari buku sebelumnya, KALA. Kalau sebagian dari kalian belum membacanya, boleh lah mampir ke sana dulu sebelum melanjutkan membaca ini. Karena ini benar-benar jadi buku yang mengesalkan buat saya, tapi tetap merasa relate. Sialan memang.
Bentar, saya akan membuat ini agak teratur dengan membahas seputar sampulnya yang masih juga berwarna hitam. Jujur, saya suka banget sih, entah kenapa. Belum lagi lambang si bulu ayam eh atau bulu apa sih ini? Pokoknya bulu yang terpisah ini saya nggak tau maknanya apa, tapi dengan kesotoy-an saya setelah baca buku ini, ya itu sepasang bulu yang akan bersinergi dengan perasaan yang ringan.
Yha, nggak nyambung emang si Tiwi. Maapin, jangan diprotes. Tapi bookmarknya lucu, bentuknya juga bulu. Hehe
Nah, yuk masuk ke ulasan. Setelah ending yang gantung di buku KALA. Btw, saya jadi inget lagunya Melly Goeslaw yang beberapa hari lalu saya putar gara-gara salah seorang teman lagi galau digantung oleh perasaannya sendiri. Oke, ini nggak penting. Lanjut, ya. Jadi, ending di buku KALA super ngeselin, tapi sebuah epic ending yang bagus karena berpeluang untuk jadi buku lanjutan.
Dan, hadirlah Amor Fati sebagai pereda dahaga akan kisah Lara dan Saka yang entah bagaimana. Kak Indi, salah seorang teman saya, ternyata benar soal keegoisan Saka dan Lara. Saya berkali-kali bilang “kampret” ketika sedang membaca buku ini. Kenapa sih kenapa saya harus merasa sedemikian relate sama kisah Saka dan Lara? Kenapa, Tuhan?
Si dua orang keras kepala ini ternyata masih saling cinta. Walaupun mereka tidak menutup pintu hati masing-masing untuk keberadaan orang baru yang hadir di kehidupan mereka. Saka bertemu Riana, Lara didekati Rio. Gila, ini kenapa sama persis kayak… ah sudahlah.
Buku setebal 440 halaman ini membawa saya pada kejutan-kejutan yang sederhana, tapi mengoyak emosi. Kalau bisa dibilang, semesta jahat banget mempertemukan mereka dengan cara-cara yang tak terduga. Lebih jahat lagi karena membiarkan gengsi mereka yang terlalu tinggi untuk saling mengabari satu sama lain. Padahal katanya sudah baik-baik saja dengan perasaannya.
Chapter-chapter awal buku ini masih menceritakan kehidupan Saka dan Lara secara masing-masing. Masih dengan konsep dua sudut pandang, Kak Bella dan Mas Syahid menuturkannya secara luwes. Nggak kayak bab awal buku pertama, di sini Mas Syahid udah lebih enak nih story tellingnya. Udah nggak bikin mumet pas ngebacanya.
Saya agak lama membaca buku ini karena awal-awal bosan aja, tapi tetap bisa menikmati karena perjalanan pasca Saka dan Lara bertemu orang baru di kehidupannya bikin saya berkaca dan berandai-andai, apakah semesta akan membuat jalur hidup saya seperti dalam cerita ini? Ah, tapi enggak usahlah.
Setelah membaca setengah bukunya, barulah saya mulai menemukan percikan-percikan emosi kemarahan karena ini sungguh di luar nalar. Kok ya Saka dan Lara jahat banget sama orang-orang di sekitar mereka. Jahat dalam artian mereka secara tidak langsung menyakiti perasaan Rio dan Riana. Dua orang yang pada akhirnya menjadi support system mereka tanpa meminta balasan. Sial, aku tidak sanggup bersedih-sedih.
Udah, pokoknya itu dua orang keras kepala.
Di sisi lain, karakter yang saya suka, baik dari buku KALA maupun Amor Fati adalah Kevin (sahabatnya Saka) dan Kanaya (sahabatnya Lara). Nggak tau kenapa karakter mereka tuh pencair suasana banget, tapi kadang bisa ngasih solusi yang pas.
Contohnya ini, pas Lara cerita soal pertemuan tak terduganya sama Saka. Then Kanaya said,
“Kalem, kalem. Api kayaknya berkobar banget pas lu cerita. Hahaha. Terus lu jedotin enggak kepalanya? Pasti enggak, kan? Ra, sekarang lu pikir deh. Saka tuh mungkin banget buka kedai kopi di Bandung. Ya elah, temen doi lebh banyak di sana. Tapi, kenapa dia milih di Jogja? Karena lu, Ra. Karena dia mau ngejar lu. Jangan bego kenapa, peka dikit.” (Hlm 339-340).
Atau kalimat Kevin ke Saka yang super bodor tapi bener.
“Eh, gilak. Meskipun iya, enggak maksud gitu lu tetep enggak bisa seenaknya, tahu. Gue paham sih elu enggak suka sama hal yang begituan. Ngehubungin buat ngasih tau lu di Jogja karena lu juga ngerasa buat apa lu ngabarin doi. Atau, lu juga enggak pengen bikin kejutan. Tapi cewek enggak sesimpel itu pikiran lu, Sakaaa… Ganteeeeng… Gue aja lakik gemes sama lu!” (Hlm. 279).
Jujur, saya nggak berharap akan ada lanjutan dari kisah Saka dan Lara. Karena… udahlah saya capek sama drama-drama kalian. Udah cukup. Tapi nggak tau ya, saya belum ngulik apakah emang ada lanjutannya apa enggak. Jadi, mari menikmati saja segala drama ini sambil minum kopi kayak nama kedai kopinya Saka: Coffee and Drama. Kalo tu kedai kopi beneran ada di Jogja, mau deh ke sana.
Enjoy the book and happy reading!
Cileungsi, Maret 2020.
15:25
25 Comments
Wah, kayak temen gue namanya Saka. (terus kenapa?). Bentar, gue kabur dulu tring!
ReplyDeleteCoba tanyakan ke temen lu, Bang. Apakah ini kisah cinta dia apa bukan. Tengs.
Deletewaaa aku baru tau nih kayanya soal buku iniii, jadi kepo deh, kebetulan udah lumayan lama nggak baca buku, jadi pengen baca buku lagi
ReplyDeleteLumayan seru kalo emang suka buku romance sih kak. Hehe
DeleteJadi meski uda buku kedua, hubungan Saka dan Lara masih gitu-gitu aja...?
ReplyDeleteDan 440 halaman book!
Kayanya Saka sama Lara mesti ganti nama deeh...((adat orang Jawa banget aku yaak...heeuheuu, maafkan))
Putus nyambung kayak lagu hahaha. Wah iya ya harus sampe ganti nama? Kalo misal jodohnya lama harus ganti nama juga gak kak? Hehe
DeleteMasih belum paham jadi buku ini isinya apa?
ReplyDeleteBanyak karakter yg bisa jadi contoh dalam kehidupan. Ibarat anak yg menghabisi nyawa balita dengan dalih terinspirasi dari film.
Isinya drama romantisme anak muda hehehe
DeleteSebagai tsundoku,tukang numpukbuku, jadi teringat buku ini masih teronggok di lemari
ReplyDeleteSemoga habis ini ada keinginan membacanya.kayaknya baperan juga nih
Wahahaha saya baca ini juga setelah setahunan buku ini nangkring di rak
Delete440 halaman, cukup tebel juga yaaa. Tapi untung storytellingnya jadi lebih enak hehehe jadi makin penasaran jadinya.
ReplyDeleteIya kak bacanya kayak baca cerita drama percintaan aja wkwk
DeleteSepertinya itu bukan bulu ayam deh kak, tebakan ku aja sih, haha. Hem, ini bacaan yang bukan sekali duduk dilihat dari jumlah halamannya, tapi asik juga dengan alurnya.
ReplyDeleteTerus bulu apa kak? Bulu babi kan nggak mungkin haha.
DeleteIya aku suka sama alur ceritanya walaupun panjang hehe
Wah suka sih sama covernya, simpel dan Amor Fati banget. Sekilas kirain ini malah kaya buku self help atau catatan perjalanan, tapi cerita fiksi ya dan pengarangnya dua orang. Di dalamnya ini isinya tulisan aja atau ada gambar2nya ilustrasi gitu kak?
ReplyDeleteIyaaa aku suka sampulnya yang sederhana gitu sih. Lebih menarik hehe
DeleteIsinya full novel tapi banyak quote yang kece
Bukunya tebal juga ya ka. Tapi aku uda lama nih ga baca buku ��
ReplyDeleteBtw, jadi ini buku ke 2 ya. Tp akhirnya mereka msh sama aja ya hihihi
Iya lumayan kak. Tapi nggak berasa lah kalo ngikutin ceritanya hehe. Iya nih udah buku kedua tapi masih gini aja samasama egois huhu
DeleteBikin penasaran nih kenapa kamu bisa berkali-kali bilang relate dengan cerita di buku ini, sepertinya masuk banget ya kisahnya :3
ReplyDeleteKarena... emang relate hahaha
DeleteKayak bulu merpati deh ya kayaknya.
ReplyDeleteEh beneran deh ya. Kalau ada tempat ngopi Coffee and Drama, interiornya bakalan kayak gimana ya?
Nah itu yang masih aku bayangkan sampai sekarang haha
Deletebukunya hujan mimpi ini memang bagus-bagus kak, aku kebetulan juga belum baca yang judulnya KALA eh sekarang ini sudah hadir lagi yang judulnya Amor Fati
ReplyDeleteIya, kalimatnya quotable banget haha. Kayaknya malah udah ada lanjutannya si hujan mimpi kak 😂
DeleteEh amor fati maksudnyaaa hahaha
DeleteApa tanggapan kamu setelah membaca tulisan ini?