Jelas-jelas aku tak punya apapun untuk ditawarkan kepadanya. Bukan sebagai barang dagangan, tapi aku seringkali merasa insecure dan tidak pantas untuk siapapun mengingat sikapku yang masih sering kekanakan dan manja. Tidak ada hal baik selain aku anak yang penurut dan tidak neko-neko. Tapi rasanya hal-hal demikian terlalu umum jika akan membangun sebuah hubungan.
Apakah kau pernah berpikir, kriteria seperti apa yang kau harapkan ada pada pasanganmu? Kalau kau tanya aku, sedari dulu kriteriaku rasanya tidak berubah terlalu jauh. Laki-laki tinggi, kurus, lebih baik kalau berkacamata. Aku tidak berpikir kalau pasanganku bisa saja menggendut ketika sudah menikah, mengingat kebanyakan laki-laki akan seperti itu. Orang bilang jika pasanganmu menggendut saat setelah menikah, itu tandanya ia bahagia.
Beberapa orang yang kutemui memang begitu adanya. Namun, ada satu teman yang masih tetap berperawakan kurus bahkan setelah menikah. Entah karena memang genetik atau karena masalah lain aku tidak tahu juga. Kalau kau sering lihat di beberapa video tiktok, mungkin kau juga akan setuju bahwa pasangan setelah menikah seringkali akan menggendut karena merasa sudah laku atau memang bahagia hidup bersama pasangannya.
Tapi, bukan cuma itu, ada juga pasangan yang memang sama-sama olahraga dengan tujuan sehat bersama. Persentasenya sedikit, tapi aku mau jadi bagian yang sedikit itu bersama pasanganku kelak.
Beberapa hari lalu, aku bicara dengan partnerku dan bilang kalau aku sudah naik 2 kg. Kalau dirunut ke belakang, makanku justru mulai tak terkendali ketika sudah bersamanya. Aku tidak menyalahkannya, justru aku bersyukur keberadaannya membuatku tidak lagi pusing dan sekarat dengan pikiran sendiri. Secara otomatis, pikiranku hanya dipenuhi hal-hal bahagia yang sebelumnya tidak pernah aku pikirkan.
"Aku juga naik kok 2 kg," ia membalas ucapanku dengan raut wajah senang.
"Dua kilomu beda dong dengan dua kiloku. Tetap saja aku lebih berat." Aku mendengus sebal.
"Nggak apa, nanti kita menggendut bersama."
Entah apakah itu sebuah pernyataan untuk menghibur atau bukan, aku tidak tahu. Tapi, kembali, dia menjadi partner yang hampir semua hal yang dimilikinya masuk ke dalam kriteriaku dan melengkapi banyak hal yang aku tidak bisa.
Secara definisi, kalau kau tanya lagi mengapa aku mau dengannya, aku tidak bisa menjawab banyak. Dia sudah cukup. Cukup dalam segala hal yang aku butuh sampai hari ini. Aku tidak tahu apakah setahun, dua tahun, atau sepuluh tahun lagi aku akan tetap dengan alasan yang sama atau tidak. Juga seperti kalimatku di awal, aku jelas-jelas tidak punya daya tawar yang tinggi dari segi kepribadian karena aku merasa belum menjadi orang yang baik dalam penilaianku sendiri.
Andai kata, kau tanya pada dirinya, mengapa ia mau bersamaku, kau mungkin tidak akan secepat itu percaya. Belakangan, aku sempat punya trust issue yang cukup tinggi, takut akan banyak hal, Tetapi, kehadirannya sedikit demi sedikit mengubah pola pikirku yang demikian. Meski dengan catatan, aku tetap berada di batas aman jika sewaktu-waktu hal buruk terjadi, aku sudah siap dengan segalanya agar tidak jatuh terseret-seret seperti sebelumnya.
Aku sudah teramat sering bertanya kepadanya, apa yang sebenarnya ia suka dariku? Di satu sisi, aku masih tidak percaya ada orang yang akan dengan tulus menyayangiku dan tidak hanya bermain-main denganku. Dengan pengalaman yang sungguh minim dalam hubungan romansa, aku tidak tahu bagaimana harus menyikapi ketika ada masalah yang datang. Meski banyak mendengar dari cerita orang, mengalaminya sendiri tentu berbeda.
---
Jadi, apa yang menyebabkan kami bersama bukan hanya soal aku menyukainya secara fisik. Tetapi pertimbangan-pertimbangan lain yang kuteliti satu persatu bukan hanya untuk jangka pendek, tapi juga untuk jangka panjang dan selama hidup di dunia. Kami sudah saling bicara banyak hal di awal, dan belum menemukan hal-hal krusial yang menyebabkan ketidakcocokan. Jika hal itu kutemukan di awal, kupastikan aku akan berbalik arah duluan, tanpa pamit, mungkin saja. Aku tidak ingin mengusahakan apapun yang perbedaannya terlampau jauh dan tidak aku sanggupi.
Karena menyamakan pembeda yang terlalu kontras juga lelahnya keterlaluan. Ya, kalau berhasil, kalau tidak? Buang-buang waktu.
Mungkin kau pernah dengar ada banyak orang yang berusaha mati-matian untuk menyamakan apa yang menjadi beda di hubungan mereka, namun tetap saja berakhir dengan perpisahan. Nah, aku sudah mulai menyingkirkan opsi tersebut, sebab tidak semua hal yang beda bisa diperjuangkan. Jadi, aku tidak ingin terlalu memaksa apa-apa yang sulit di awal, karena aku sudah tahu hal tersebut sudah pasti sulit dan mungkin saja mustahil.
Hari ini, aku sudah bisa lebih tenang dari hari-hari sebelumnya. Bicara dengannya dari hari ke hari semakin membuatku tau bahwa aku bisa menjaga apa yang sudah aku mulai bahkan ketika ketakutan juga menjadi salah satu yang seringkali membuatku cemas.
Aku pernah bilang, jika suatu hari ia tidak lagi ingin bersamaku, ia bisa bilang kapanpun itu. Dan aku tidak ingin memaksa dirinya untuk tetap stay bersamaku hanya karena aku yang minta. Tetapi baiknya, ia memilih untuk stay bersamaku dan berusaha mencapai tujuan kami berdua.
Aku tidak tahu akan ada cerita apa lagi di depan, tapi ya semoga bukan hal-hal menyakitkan sebab aku sudah cukup bahagia sampai hari ini bersamanya. Semoga seterusnya.
Palmerah, 16 November 2021.
13:26
0 Comments
Apa tanggapan kamu setelah membaca tulisan ini?