"Ke Jogja? Lagi?"
"Mau ngapain ke Jogja?"
"Kamu kayaknya sering banget ke Jogja? Ada pacar di sana?""
"Ya, semoga dapat jodoh orang Jogja. Siapa tau aja kan?"
2010 - 2015 - 2017 - 2018 - 2019
Tahun-tahun itu adalah tahun-tahun dimana saya mengunjungi Jogja. Mulai dari bersama keluarga, bertemu kenalan baru dari grup, mencoba nekat dengan naik motor sendirian dari Purwokerto, menemani teman yang butuh hiburan, sampai pada pencarian sesuatu. Saya enggak tau, apakah durasi waktu yang sebentar-sebentar itu bisa terbilang sering atau enggak.
Tapi,
saya seperti memiliki ikatan dengan kota ini. Nggak tau kenapa. Mungkin karena sejak pertama kali menginjakkan kaki di sana, saya sudah bilang kalau ingin tinggal di sana. Ya, sayangnya belum kesampaian saja.
Kunjungan kali ini menutup 2019 dengan cukup baik. Saya yang gagal berkunjung ke Jogja di awal tahun lalu, ternyata masih punya kesempatan untuk mampir di pengujung tahun. Rasanya senang sekali bisa kembali ke Jogja dan merasakan hujan di sana.
Iya, ini berlebihan sih memang.
Ketika ada rencana mudik ke Kebumen liburan natal lalu, otak saya langsung beringasan. Saya harus bisa mampir ke Jogja. Titik. Tanpa tedeng aling-aling, saya langsung menghubungi beberapa teman di Jogja. Memang, saya nggak punya tujuan wisata kemana-mana karena ya... memang nggak ada. Tujuan saya kali itu hanya untuk bertemu teman-teman yang ada di sana, kalau memungkinkan.
Di awali dengan kabar baik bahwa dari Kebumen bisa ke Jogja menggunakan Kereta Api Lokal Bandara, saya sudah girang duluan. Mengingat kereta api jarak jauh yang biasanya murah sudah habis dan hanya tersisa yang mahal. Sebenarnya saya sempat memikirkan alternatif lain dengan menggunakan bus saja, tapi masih ragu-ragu. Ternyata harga tiket keretanya termasuk murah. Hanya 20.000 rupiah, jauh lebih murah dibanding menggunakan bus yang biasanya 60-80 ribu sekali jalan.e
Kereta api Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) ini berhenti di 5 titik stasiun, yaitu Kebumen, Kutoarjo, Wojo, Wates, dan Yogyakarta. Sebagai pengguna baru KA Bandara YIA yang belum pernah mencoba KA Bandara Soetta, saya merasa KA Bandara YIA mirip seperti kereta biasa. Cuma bagian pintunya lebih mirip kereta Commuter Line. KA Bandara ini cuma beroperasi dua kali sehari. Bisa langsung cek jadwalnya di website KAI atau di aplikasinya, ya.
Kereta api Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) ini berhenti di 5 titik stasiun, yaitu Kebumen, Kutoarjo, Wojo, Wates, dan Yogyakarta. Sebagai pengguna baru KA Bandara YIA yang belum pernah mencoba KA Bandara Soetta, saya merasa KA Bandara YIA mirip seperti kereta biasa. Cuma bagian pintunya lebih mirip kereta Commuter Line. KA Bandara ini cuma beroperasi dua kali sehari. Bisa langsung cek jadwalnya di website KAI atau di aplikasinya, ya.
Ya karena ini pengalaman pertama naik KA Lokal, saya pesan tiket lewat aplikasi dan tidak mendapatkan kursi karena pesan H-1 keberangkatan. Kata sepupu saya, ini sama halnya seperti KA Lokal lainnya, kayak Solo Ekspress, Prameks, dsb. Jadi, memang ada beberapa yang dapat kursi dan sebagian lagi tidak dapat kursi alias berdiri saja. Meski nggak dapat kursi, ternyata kondisi di dalam kereta banyak kursi kosong. Ya sudah, saya duduki saja daripada nganggur kan ya. Hehehe.
Berangkat jam 10 pagi dan sampai di Jogja tepat ketika zuhur. Kedatangan kami disambut hujan. Deras. Saya dan sepupu saya langsung berjalan ke arah Malioboro. Padat merayap sekali jalanan di sepanjang Malioboro ini. Saya sendiri sadar ini musim liburan, sudah pasti tempat wisata semacam ini ramai dikunjungi wisatawan. Jadi, maklum saja.
Sejujurnya, saya nggak suka keramaian yang terlalu padat seperti itu. Bikin pusing dan sesak napas. Rasanya pengen jalan di bagian yang kena hujan saja. Tapi nggak jadi karena saya nggak bawa payung dan ingat kalau di tas isinya baju ganti buat dua hari ke depan. Ya sudah, mau tidak mau tetap ikut arus orang-orang di sepanjang jalan Malioboro.
Lihat kanan.
Lihat kiri.
Semuanya manusia.
Liat-liat doang,
beli kagak.
Setelah menemukan barang yang dicari oleh sepupu saya, kami mampir ke Pasar Beringharjo. Lalu makan di tempat yang sama seperti 10 tahun lalu. Saya jadi nostalgia sendiri kalau ingat tempat ini.
---
Tidak pernah ada alasan pasti kenapa saya ingin selalu bisa mampir ke Jogja. Begitupun kali ini. Saya cuma ingin menemui beberapa teman, siapapun itu yang bisa saya temui. Kalau tidak ada yang bisa ditemui ya seperti biasa, saya akan jalan-jalan sendiri, duduk ngeliatin orang, atau mungkin ngeblog.
Tetapi, agenda sementara saya di Jogja sudah dipenuhi banyak pertemuan. Udah kayak pejabat aja. Hahaha.
Pertemuan sore ke malam saya ditemani oleh duet maut Febri dan Nadya. Gara-gara tulisan Febri tentang Pizza di Tunqu Nangkring, saya jadi penasaran. Mana saya suka banget pizza, kan. Akhirnya saya ajak mereka buat ketemu di sana aja sambil jajan pizza. Dan mereka setuju. Huehehe.
Pertemuan sore ke malam saya ditemani oleh duet maut Febri dan Nadya. Gara-gara tulisan Febri tentang Pizza di Tunqu Nangkring, saya jadi penasaran. Mana saya suka banget pizza, kan. Akhirnya saya ajak mereka buat ketemu di sana aja sambil jajan pizza. Dan mereka setuju. Huehehe.
Maap ya, tidak bawain mochimochio dari Bogor. Nanti kalo ke Jogja lagi insya Allah dibawakan. Hahaha.
Ini kedua kali saya ketemu Febri, tapi pertama kalinya ketemu Nadya. Haduh, mereka ini membuat saya iri dengan kamera instax-nya. Tapi gapapa, yang penting saya dapat foto polaroid yang lucu banget. Suka!
Yang namanya ketemu temen, sudah pasti banyak yang diomongin alias julid banget anjir. Suasana dan dua loyang pizza mendukung agenda perjulidan kami malam itu. Meskipun saya dan Nadya tetap makan paling sedikit. Sisanya Febri yang (terpaksa) menghabiskan.
"Naik apa lu pulang?"
"Naik ojek lah. Udah ga ada yang bisa nganterin kalo di Jogja. Mamasnya udah nggak ada."
"Sukurin. Kena karma lu sama Eci. Dulu ngebiarin dia naik ojek."
"Lha orang mamasnya mau nganterin gue pulang, ya masa gue tolak."
Pertemuan itu berakhir dengan bermacet ria d jalanan Jogja saat malam Minggu.
---
The next day, saya nggak punya agenda kemana-mana, tapi harus segera check out dari hostel yang saya tempati untuk pindah ke hostel lain. Dan yang berhasil saya ajak ketemu cuma Muna, adik yang saya kenal dari grup Klub Buku Indonesia. Kayaknya udah lama sekali nggak ketemu dia, tahu-tahu itu anak udah lagi skripsian aja. Hahaha.
Cuaca Jogja lagi mellow terus menjelang akhir tahun. Kami janjian di kedai kopi daerah Ngampilan. Well, ini rekomendasinya Mbak Nadya karena terhitung dekat dengan tempat saya menginap.
Karena lagi nggak pengen minum kopi hitam, saya akhirnya pesan latte without sugar seperti biasa. Dan ternyata latte-nya lebih pahit dari yang biasanya saya minum, tapi nggak apa-apa sih, saya tetap suka. Fyi, setelah saya ke pulang, Nadya baru bilang kalau menu yang enak di kedai kopi itu adalah Red Velvetnya. Yah, telat! Hahaha.
Ngobrol bersama Muna ternyata asik juga. Ada banyaaak banget hal soal perkuliahan di Jogja dan hal-hal yang sebelumnya enggak saya tahu jadi pengetahuan baru buat saya. Belum lagi ngobrolin soal kuliah yang bikin saya jadi pengen balik lagi ke kuliahan. Hahaha. Aneh emang, setelah udah lulus malah pengen balik lagi. Dulu aja ngebet banget bisa cepet lulus.
Di hari yang sama pula, malamnya, saya janjian ketemu Kak Indi yang juga saya kenal melalui Klub Buku Indonesia. Tapi, ini kali pertama saya ketemu Kak Indi, karena pas ke Makassar kayaknya emang belum kenal atau gimana saya lupa. Bisa pas begini ketemu Kak Indi lagi di Jogja, padahal kami nggak janjian sebelumnya.
Kami memilih kopdar di Alun-Alun Kidul. Asli malam itu rame banget sih. Sebelumnya saya pernah kesana pas lagi sepi dan pas bulan puasa pun nggak seramai ini. Entah kenapa alun-alun kidul malah bikin saya kangen alun-alun Purwokerto. Aneh memang.
Nggak cuma sama Kak Indi, saya juga jadi punya kenalan baru di Jogja, alias temennya Kak Indi yang namanya Mbak Azza. Ya, sama-sama suka literasi sih. Nggak tau ya, kok saya selalu senang kalau ketemu kenalan baru. Huehehe.
---
Cerita di Jogja kayaknya bakalan sampai sini dulu. Semoga akan ada cerita-cerita selanjutnya entah dari belahan bumi mana. Kalau masih sekitar Jawa - Sumatera - Sulawesi ya nggak apa-apa juga lah ya. Yang penting tetap cerita.
Besok hari, kalau saya kangen, kan bisa baca tulisan ini. Atau besok hari kalau saya sudah tua dan lupa, anak saya atau cucu saya bisa bacakan tulisan ini buat saya.
See ya, Jogja. Semoga bisa kembali!
---
Diselesaikan di Ciputat, Januari 2020.
Menjelang tengah malam.
2 Comments
Mampir ke Bali hayuk, hehe..
ReplyDeleteEntah kenapa selalu sukak baca cerita little mind, kayak ikut menghayati gimanaa gitu, apalagi cerita yg melow melow.
Semoga ada kesempatan bisa mampir ke Bali yaaa hehehe.
DeleteMakasih kak sudah mampir dan membaca isi tulisan. Iya nih belakangan blognya lagi mellow, pikirannya lagi galau hahaha.
Apa tanggapan kamu setelah membaca tulisan ini?