[Book Review] Sepasang Antagonis yang Pernah Saling Mencintai by Aprilia Kumala


Judul: Sepasang Antagonis yang Pernah Saling Mencintai | Pengarang: Aprilia Kumala | Penerbit: Buku Mojok | Tebal Buku: 152 hlm. | Tahun Terbit: Cetakan pertama, April 2024 | ISBN: 978-623-8463-04-6

Membaca buku ini seperti memanggil kembali ingatan lama yang sudah saya simpan jauh di belakang. Termasuk ada detail ketika panggilan darinya masuk ke ponsel saya dan dimatikan sedetik setelah saya menekan tombol hijau. Beberapa detik kemudian, sebuah pesan muncul, "Gue mau putus." Pernyataan. Tegas. Tak terima bantahan apapun.

Sepasang Antagonis yang Pernah Saling Mencintai membawa saya pada jaringan luka masa lalu. Saya yakin saya sudah sembuh, tetapi melupakannya tak pernah semudah menghabiskan makanan kesukaanmu ketika sedang lapar-laparnya. Ini tragedi putus cinta saya yang pertama dan terakhir. Sebab, saya tak pernah memiliki siapapun selain suami saya saat ini sebagai pasangan yang utuh. Buku ini benar-benar kamuflase untuk mendorongmu mengorek luka, tapi sebagian besar memberitahumu bahwa duka-duka yang kausimpan di balik kepalamu akan membuatmu berbesar hati di kemudian hari.

Kita semua paham bagaimana sakitnya ditinggalkan–oleh siapapun–baik dalan konteks asmara atau keluarga atau juga teman. Namun, kali ini kita membaca cerita patah hati dari sudut pandang pasangan kekasih setelah 7 tahun bersama. Bajingan! 7 tahun bisa putus? Saya yang cuma 2 bulan setengah aja nangisnya bisa 2 tahun, gimana 7 tahun?

Tapi lagi-lagi, seberapa sedih patah hati bukan cuma perkara berapa lama hubungan terjalin, melainkan apa dan bagaimana tragedi yang terjadi saat putus cinta itu sendiri.

Contohnya, dalam buku ini, Mbak Lia diputusin sama pacarnya karena pacarnya selingkuh (kebetulan saya juga). Lalu, Mbak Lia diputusin pas lagi di kafe (kalo saya pas 7 hari setelah orang itu pulang ke kotanya, lewat whatsapp pula). Mbak Lia masih bisa konfrontasi kenapa diputusin, minta alasan, bahkan bilang terang-terangan nggak mau putus (saya juga sempat bilang nggak mau putus, tapi dengan posisi jarak yang jauh, saya nggak bisa langsung nyiram dia pake minuman karena saking keselnya, yang ada saya bisa-bisa langsung diblokir kalo saya ngeyel).

Apa yang disuguhkan dalam buku ini benar-benar relate, terutama ke diri saya sendiri. Pasca putus, pasti nafsu makan berkurang, nggak mau sendirian, terus-terusan memotivasi diri untuk move on yang sebenernya nggak mudah. Nangis berkali-kali dan nggak tahu tempat juga pasti kejadian. Susahnya jadi orang yang nggak rela diputusin tuh nggak bisa langsung nyari pengganti. Sebel kan, kita masih nangisin mantan, eh mantannya udah ada gandengan baru aja dan publikasi dimana-mana. Kan biadab. Sangat nggak empati banget sama manusia yang pernah jadi kekasihnya ini.

Kita adalah antagonis dalam kisah orang lain.

Dalam setiap perpisahan, dua orang yang memilih berpisah tentu memiliki versi putusnya masing-masing. Buku ini dengan gamblang menjelaskan itu beserta penelitian dari para ahli. Kita tak bisa menjamin cerita seperti apa yang akan dikatakan mantan pada orang lain. Apakah sepenuhnya cerita buruk atau ada selipan-selipan kebaikan kita. Tapi, kita juga tidak bisa bertanggung jawab atas apa yang orang lain pikirkan ketika mendengar cerita versi mantan terhadap kita.

Fase menjadi "antagonis" dalam cerita mantan juga sempat saya lalui. Pada waktu itu, saya dianggap sebagai orang yang menyebabkan kandasnya hubungan akibat dari komunikasi saya yang terlampau pasif. Padahal saya merasa sudah berusaha mengimbangi dan masih banyak hal yang belum saya tahu mengingat dia adalah pacar saya yang pertama. Rasanya sangat tidak adil ketika saya dituduh seperti itu sedangkan mantan juga memiliki kontribusi yang sama terhadap pecahnya hubungan kami.

___


5 Fase Kesedihan

Putus cinta dan patah hati menjadi kesedihan paling rumit yang dialami manusia. Hampir semua orang yang mengalaminya pasti akan melrwati 5 fase kesedihan. Dalam buku ini pun demikian. Mbak Lia menggambarkan 5 fase kesedihan melalui lagu-lagu yang didengarnya selama momen patah hati berlangsung. Patah hati dan lagu sedih memang tak terpisahkan, seakan lagu-lagu itu turut memvalidasi perasaan terpuruk yang kita miliki, bukan?

Tak dipungkiri sampai setahun setelah putus pun saya masih mendengarkan lagu-lagu dari band favorit mantan. Dan bisa terlihat hasilnya saya masih sering menangisi kejadian hari itu saat lirik lagu yang relate masuk ke kuping saya.

Sepasang Antagonis yang Pernah Saling Mencintai menjadi gambaran utuh perihal patah hati. Dari yang mulanya asing, kemudian menjadi saling, hingga kembali asing. Rasanya tak pernah seemosional ini membaca sebuah buku karena seperti mengingat memori lama yang sudah berada jauh di dalam sana. Konon, melupakan memang tak semudah itu, kecuali hilang ingatan.

"Melupakan adalah kesulitan, tetapi aku tidak ingin menjadikannya mudah dengan kembali pada kesakitan yang lama." - hlm 87.

Buku ini saya baca sebagai bagian dari refleksi, apa saja yang terjadi pada tahun-tahun masa kelam patah hati setidaknya membawa saya pada kepribadian yang sekarang. Bahwa jalan hidup yang berbeda dengan mantan adalah takdir terbaik yang kita miliki saat ini. Toh, kami sudah memilih untuk berpisah dan hidup masing-masing tanpa merepotkan satu sama lain, tanpa harus menyakiti lagi.

Siapapun, buku ini layak dibaca. Jika kamu pernah patah hati, buku ini akan seperti kilas balik perjalanan masa-masa itu, entah kamu akan memaknainya dengan tangisan lagi atau dengan tawa yang sumringah karena kamu susah berhasil melewatinya dengan baik. Namun, jika kamu belum pernah patah hati, percayalah buku ini akan jadi gambaran bahwa patah hati itu hanya sebuah fase yang perlu kamu terima dan lewati dengan perlahan dan aman.

Terima kasih banyak untuk Mbak Lia sudah menuliskan pengalaman patah hatinya menjadi sebuah buku yang apik dan mengajak kita semua untuk berkontemplasi pada apa yang pernah kita rasakan. Pelan-pelan, semua pasti berlalu. Kita cuma perlu bertahan, kan?

Post a Comment

2 Comments

Apa tanggapan kamu setelah membaca tulisan ini?